Dalam
implementasi pengelolaan keuangan daerah diharapkan para pengelola perlu
memiliki pemahaman yang memadai tentang sistem akuntansi keuangan daerah agar dapat menyajikan laporan keuangan
yang handal.
Dalam
Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 menyebutkan bahwa:
“Sistem Akuntansi Keuangan Daerah adalah
sistem akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan, penafsiran,
peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangannya dalam
rangka pelaksanaan APBD, dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip yang
berlaku umum.”
(Kepmendagri Nomor
29 Tahun 2002: Pasal 70)
Permendagri Nomor
13 Tahun 2006 Juncto Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, mendefinisikan sistem
akuntansi keuangan daerah yang disebut juga dengan sistem akuntansi
pemerintahan daerah sebagai berikut:
“Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah
adalah serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan,
pengiktisaran sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi
komputer.”
(Permendagri Nomor
13 Tahun 2006: Pasal 232)
Askam Tuasikal
menerangkan dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Pengawasan, Pemahaman Sistem
Akuntansi Keuangan, dan Pengelolaan Keuangan terhadap Kinerja Unit Satuan Kerja
Perangkat Daerah, bahwa:
“Untuk
memediasi hubungan antara pemerintah daerah dengan pemangku kepentingan lainnya
yang ada di daerah diperlukan suatu media untuk mengkomunikasikan
program-program pemerintah. Salah satu media yang dipandang relevan dalam
mengkomunikasikan dan dijadikan sebagai alat untuk mengawasi program-program
pemerintah yag tercermin dalam APBD adalah sistem akuntansi keuangan daerah.”
(Tuasikal, 2008:70)
Pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah mewajibkan
instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat laporan keuangan dalam
setiap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD. Laporan
keuangan ini mencakup Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
Format laporan
keuangan yang disajikan oleh pemerintah kini berbeda dengan format laporan
keuangan yang lalu. Laporan keuangan kini tidak hanya berupa Laporan Realisasi
Anggaran saja. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbaikan kualitas laporan
keuangan yang disajikan oleh pemerintah demi tercapainya transparansi dan akuntabilitas
yang baik. Sebagai tindak lanjut laporan keuangan yang baru, pemerintah telah mengesahkan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan. Standar akuntansi ini diperlukan agar laporan keuangan yang
dihasilkan pemerintah dapat diperbandingkan, dan adanya kesamaan persepsi dan
pemahaman antara penyaji laporan keuangan, pengguna laporan keuangan maupun
pengawas laporan keuangan.
Sistem Akuntansi
Pemerintahan pada pemerintah daerah atau disebut juga Sistem Akuntansi Keuangan
Daerah diatur dengan peraturan gubernur/bupati/walikota yang mengacu pada
pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan. Definisi Sistem Akuntansi Pemerintahan
yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 adalah rangkaian
sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk
mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan
keuangan di lingkungan organisasi pemerintah.
Sistem akuntansi
keuangan memiliki beberapa aturan dasar, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
Masisi (1978) dalam Mardiasmo (2004:147)
seperti berikut ini:
1. Identifikasi
kegiatan operasi yang relevan. Hanya kejadian dan kegiatan ekonomi yang relevan
saja yang akan dicatat dalam sistem akuntansi keuangan.
2. Pengklasifikasian
kegiatan operasi secara tepat. Penentuan waktu pengakuan untuk setiap operasi
dapat dicatat/diakui pada tahap tertentu dari proses transaksi.
3. Adanya
sistem pengendalian untuk menjamin reliabilitas. Sistem pengendalian ini
memiliki dua komponen, yaitu komponen formal dan substansial. Komponen formal
adalah pembukuan berpasangan (double
entry book-keeping): kesalahan akuntansi dapat diketahui dan dilacak ketika
jumlah sisi kredit tidak sama dengan sisi debit. Komponen substansial merupakan
mekanisme konflik kepentingan (conflict
of interest): kesalahan akuntansi muncul ketika mempengaruhi secara negatif
pihak ketiga.
4. Menghitung
pengaruh masing-masing operasi. Terdapat beberapa kesamaan akuntansi keuangan
baik pada sektor publik maupun sektor swasta. Salah satu contohnya, adalah
bahwa kedua sektor tersebut direkomendasikan untuk menggunakan sistem pembukuan berpasangan dalam mencatat
akun-akun transaksi. Kedua sektor tersebut membutuhkan standar akuntansi
keuangan sebagai pedoman pencatatan agar terdapat perlakuan yang sama terhadap
suatu transaksi.
Berdasarkan
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, sistem akuntansi pemerintahan daerah
dikoordinasikan oleh PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah). PPKD adalah
kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah (kepala SKPKD). Pejabat ini
bertugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum
Daerah (BUD). Dalam sistem akuntansi ini, PPKD dibantu oleh PPK-SKPD
melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD, dan bertugas
mengkoordinasikan pelaksanaan sistem dan prosedur penatausahaan bendahara
penerimaan dan bendahara pengeluaran di tingkat SKPD.
Semua kejadian
keuangan atau transaksi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan
daerah dicatat pada buku jurnal berdasarkan bukti transaksi yang sah. Bukti ini
dapat berupa bukti memorial, Surat Tanda Setoran (STS), Surat Perintah Membayar
(SPM), dan lain-lain. Pencatatan dilakukan secara kronologis sesuai dengan
terjadinya transaksi dan/atau kejadian keuangan. Transaksi atau kejadian
keuangan yang telah dicatat dalam buku jurnal sebagaimana selanjutnya secara
periodik diposting ke dalam buku besar sesuai dengan rekening berkenaan. Buku
besar ditutup dan diringkas pada setiap akhir periode sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian, saldo akhir setiap periodenya akan dipindahkan menjadi saldo awal
bagi periode berikutnya. Buku besar dapat dilengkapi dengan buku besar pembantu
sebagai alat uji silang dan kelengkapan informasi rekening tertentu. Buku besar
pembantu berisi rincian akun yang telah dicatat dalam buku besar.
Gambar sistem akuntansi
di atas dapat dijelaskan dengan lebih rinci melalui siklus akuntansi. Yang
dimaksud dengan siklus akuntansi adalah tahap-tahap yang ada dalam sistem
akuntansi. Tahap-tahap tersebut menurut Sugiri (2001:13) dalam Halim (2004:42) ialah
meliputi sebagai berikut:
1. Mendokumentasikan
transaksi keuangan dalam bukti dan melakukan analisis transaksi keuangan
tersebut.
2. Mencatat
transaksi keuangan dalam buku jurnal, atau biasa disebut dengan kegiatan
menjurnal.
3. Meringkas,
yaitu transaksi-transaksi keuangan yang sudah di jurnal lalu diringkas ke dalam
buku besar. Tahap ini disebut posting
atau mengakunkan.
4. Menentukan
saldo-saldo buku besar di akhir periode dan menuangkannya dalam neraca saldo.
5. Menyesuaikan
buku besar berdasarkan informasi yang paling up-to-date (mutakhir).
6. Menentukan
saldo-saldo buku besar setelah penyesuaian dan menuangkannya dalam NSSP (Neraca
Saldo Setelah Penyesuaian).
7. Menyusun
laporan keuangan berdasarkan pada NSSP.
8. Menutup
buku besar.
9. Menentukan
saldo-saldo buku besar dan menuangkannya dalam neraca saldo setelah tutup buku.
Apabila digambarkan, siklus akuntansi akan
tampak seperti pada gambar di bawah ini:
No comments:
Post a Comment