Wednesday, 22 February 2017

Sistem Akuntansi Keuangan Daerah / Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah


Dalam implementasi pengelolaan keuangan daerah diharapkan para pengelola perlu memiliki pemahaman yang memadai tentang sistem akuntansi keuangan  daerah agar dapat menyajikan laporan keuangan yang handal.
Dalam Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 menyebutkan bahwa:
“Sistem Akuntansi Keuangan Daerah adalah sistem akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan, penafsiran, peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangannya dalam rangka pelaksanaan APBD, dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum.”
(Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002: Pasal 70)

Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Juncto Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, mendefinisikan sistem akuntansi keuangan daerah yang disebut juga dengan sistem akuntansi pemerintahan daerah sebagai berikut:
“Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah adalah serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengiktisaran sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.”
(Permendagri Nomor 13 Tahun 2006: Pasal 232)

Askam Tuasikal menerangkan dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Pengawasan, Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan, dan Pengelolaan Keuangan terhadap Kinerja Unit Satuan Kerja Perangkat Daerah, bahwa:
“Untuk memediasi hubungan antara pemerintah daerah dengan pemangku kepentingan lainnya yang ada di daerah diperlukan suatu media untuk mengkomunikasikan program-program pemerintah. Salah satu media yang dipandang relevan dalam mengkomunikasikan dan dijadikan sebagai alat untuk mengawasi program-program pemerintah yag tercermin dalam APBD adalah sistem akuntansi keuangan daerah.”
(Tuasikal, 2008:70)
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah mewajibkan instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat laporan keuangan dalam setiap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD. Laporan keuangan ini mencakup Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Format laporan keuangan yang disajikan oleh pemerintah kini berbeda dengan format laporan keuangan yang lalu. Laporan keuangan kini tidak hanya berupa Laporan Realisasi Anggaran saja. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbaikan kualitas laporan keuangan yang disajikan oleh pemerintah demi tercapainya transparansi dan akuntabilitas yang baik. Sebagai tindak lanjut laporan keuangan yang baru, pemerintah telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar akuntansi ini diperlukan agar laporan keuangan yang dihasilkan pemerintah dapat diperbandingkan, dan adanya kesamaan persepsi dan pemahaman antara penyaji laporan keuangan, pengguna laporan keuangan maupun pengawas laporan keuangan.
Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah atau disebut juga Sistem Akuntansi Keuangan Daerah diatur dengan peraturan gubernur/bupati/walikota yang mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan. Definisi Sistem Akuntansi Pemerintahan yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah.
Sistem akuntansi keuangan memiliki beberapa aturan dasar, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Masisi (1978) dalam Mardiasmo (2004:147)  seperti berikut ini:
1.       Identifikasi kegiatan operasi yang relevan. Hanya kejadian dan kegiatan ekonomi yang relevan saja yang akan dicatat dalam sistem akuntansi keuangan.
2.       Pengklasifikasian kegiatan operasi secara tepat. Penentuan waktu pengakuan untuk setiap operasi dapat dicatat/diakui pada tahap tertentu dari proses transaksi.
3.       Adanya sistem pengendalian untuk menjamin reliabilitas. Sistem pengendalian ini memiliki dua komponen, yaitu komponen formal dan substansial. Komponen formal adalah pembukuan berpasangan (double entry book-keeping): kesalahan akuntansi dapat diketahui dan dilacak ketika jumlah sisi kredit tidak sama dengan sisi debit. Komponen substansial merupakan mekanisme konflik kepentingan (conflict of interest): kesalahan akuntansi muncul ketika mempengaruhi secara negatif pihak ketiga.
4.       Menghitung pengaruh masing-masing operasi. Terdapat beberapa kesamaan akuntansi keuangan baik pada sektor publik maupun sektor swasta. Salah satu contohnya, adalah bahwa kedua sektor tersebut direkomendasikan untuk menggunakan  sistem pembukuan berpasangan dalam mencatat akun-akun transaksi. Kedua sektor tersebut membutuhkan standar akuntansi keuangan sebagai pedoman pencatatan agar terdapat perlakuan yang sama terhadap suatu transaksi.
Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, sistem akuntansi pemerintahan daerah dikoordinasikan oleh PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah). PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah (kepala SKPKD). Pejabat ini bertugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah (BUD). Dalam sistem akuntansi ini, PPKD dibantu oleh PPK-SKPD melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD, dan bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan sistem dan prosedur penatausahaan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran di tingkat SKPD. 
Semua kejadian keuangan atau transaksi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dicatat pada buku jurnal berdasarkan bukti transaksi yang sah. Bukti ini dapat berupa bukti memorial, Surat Tanda Setoran (STS), Surat Perintah Membayar (SPM), dan lain-lain. Pencatatan dilakukan secara kronologis sesuai dengan terjadinya transaksi dan/atau kejadian keuangan. Transaksi atau kejadian keuangan yang telah dicatat dalam buku jurnal sebagaimana selanjutnya secara periodik diposting ke dalam buku besar sesuai dengan rekening berkenaan. Buku besar ditutup dan diringkas pada setiap akhir periode sesuai dengan kebutuhan. Kemudian, saldo akhir setiap periodenya akan dipindahkan menjadi saldo awal bagi periode berikutnya. Buku besar dapat dilengkapi dengan buku besar pembantu sebagai alat uji silang dan kelengkapan informasi rekening tertentu. Buku besar pembantu berisi rincian akun yang telah dicatat dalam buku besar. 
Gambar sistem akuntansi di atas dapat dijelaskan dengan lebih rinci melalui siklus akuntansi. Yang dimaksud dengan siklus akuntansi adalah tahap-tahap yang ada dalam sistem akuntansi. Tahap-tahap tersebut menurut Sugiri (2001:13) dalam Halim (2004:42) ialah meliputi sebagai berikut:
1.       Mendokumentasikan transaksi keuangan dalam bukti dan melakukan analisis transaksi keuangan tersebut.
2.       Mencatat transaksi keuangan dalam buku jurnal, atau biasa disebut dengan kegiatan menjurnal.
3.       Meringkas, yaitu transaksi-transaksi keuangan yang sudah di jurnal lalu diringkas ke dalam buku besar. Tahap ini disebut posting atau mengakunkan.
4.       Menentukan saldo-saldo buku besar di akhir periode dan menuangkannya dalam neraca saldo.
5.       Menyesuaikan buku besar berdasarkan informasi yang paling up-to-date (mutakhir).
6.   Menentukan saldo-saldo buku besar setelah penyesuaian dan menuangkannya dalam NSSP (Neraca Saldo Setelah Penyesuaian).
7.       Menyusun laporan keuangan berdasarkan pada NSSP.
8.       Menutup buku besar.
9.       Menentukan saldo-saldo buku besar dan menuangkannya dalam neraca saldo setelah tutup buku.
Apabila digambarkan, siklus akuntansi akan tampak seperti pada gambar di bawah ini:


No comments:

Post a Comment