Berdasarkan
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010, bahwa akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya
serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
Menurut
Bappenas (2003) definisi akuntabilitas adalah alat untuk menjawab dan
menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban atau keterangan.
Selanjutnya,
definisi akuntabilitas menurut Mardiasmo ialah:
“Akuntabilitas
publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala
aktivitasnya dan kegiatannya yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak
pemberi amanah (principal) yang
memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas
publik terdiri dari akuntabilitas vertikal (vertical
accuntability), dan akuntabilitas horisontal (horizontal accountability).”
(Mardiasmo, 2002:20)
Tuntutan
dilaksanakannya akuntabilitas publik mengharuskan pemerintah daerah memperbaiki
sistem pencatatan dan pelaporan. Pemerintah daerah harus melakukan vertical reporting, yaitu pelaporan
kepada pemerintah atasan (termasuk pemerintah pusat), akan tetapi juga
melakukan horizontal reporting, yaitu
pelaporan kinerja pemerintah daerah kepada DPRD dan masyarakat luas sebagai
bentuk horizontal accountability.
“
|
Akuntabilitas
adalah pertanggungjawaban dari tugas, kewajiban, dan fungsi penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang harus dilakukan dengan mendayagunakan secara optimal
sumberdaya dan potensi yang tersedia secara benar dengan hasil yang terukur
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.”
(Peraturan
Daerah Prov Jabar No.11 Tahun 2011: Pasal 1)
“
|
1.
Keterlibatan aparat melalui terciptanya
nilai dan komitmen diantara aparat,
2.
Adanya forum untuk menampung partisipasi
masyarakat yang representatif, jelas arahnya dan dapat dikontrol bersifat
terbuka dan inklusif, harus ditempatkan sebagai mimbar masyarakat
mengekspresikan keinginannya,
3.
Kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam
proses pembuatan keputusan,
4.
Fokus pemerintah adalah pada memberikan
arah dan mengundang orang lain untuk berpartisipasi,
5.
Visi dan pengembangan berdasarkan pada
konsensus antara pemerintah dan masyarakat,
6.
Akses bagi masyarakat untuk menyampaikan
pendapat dalam proses pengambilan keputusan.”
(Bappenas, 2003: 11)
Salah satu alat
untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik adalah
melalui penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang komprehensif. Meinarsih
(2010:11) dalam majalah Akuntan Indonesia mengatakan bahwa laporan yang dibuat
bermuara pada peraturan perundang-undangan. Pemerintah tentunya mempunyai
target, baik target akuntabilitas keuangan maupun akuntabilitas kinerja. Target
akuntabilitas keuangan yang dicanangkan pemerintah adalah 60% dari seluruh
jumlah pemerintah daerah pada tahun 2014 harus mendapatkan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP).
Dapat dikatakan
bahwa suatu organisasi yang transparan dan akuntabel adalah organisasi yang mampu
menyajikan informasi secara terbuka mengenai keputusan-keputusan yang telah
diambil selama beroperasinya organisasi tersebut, dan memungkinkan stakeholder untuk mereview informasi
tersebut, dan apabila dibutuhkan maka harus ada kesediaan untuk mengambil
tindakan korektif. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
Pasal 103, dinyatakan bahwa informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi
Keuangan Daerah (SIKD) adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses, dan
diperoleh oleh masyarakat. Ini berarti bahwa pemerintah daerah harus membuka
akses kepada stakeholder secara luas
atas laporan keuangan yang dihasilkannya, misalnya dengan mempublikasikan
laporan keuangan daerah melalui surat kabar, internet, ataupun cara yang
lainnya.
No comments:
Post a Comment